Dan kalian terlalu sibuk memiikirkan tentang apa dan harus bagaimana kalian bergaya seperti seorang manusia. Dan kalian terlalu bingung untuk mengutarakan apa yang ada di kepala agar sealur dengan apa yang seharusnya diperbuat. Hingga semua menjadi bisu, tidak ada lagi dialog untuk orang-orang sepersimpangan. Hingga semua diam, tidak tahu apa yang mesti dilakukan.
Dudukku bersebalahan denganmu, di antara rasa getir dan keresahan orang-orang yang menjalankan kehidupan. Maaf, hari ini selera humorku sedang tidak bagus sampai-sampai aku berani menertawakan kalian dengan kesibukannya tanpa sebab yang jelas. Lalu aku bertanya padamu, mengenai sesuatu yang tabu, sebuah makna dari perjalanan panjang, sebuah pemahaman yang mendalam tentang kehidupan. "Hidup itu apa?" kataku.
Kemudian kau tertawa terbahak-bahak. Anjing! Aku pikir hari ini gilamu sedang tidak kumat, ternyata pikiranku salah, atau sebenarnya diriku yang salah, sial. Tawamu semakin lepas, mengudara bersama ambisi orang-orang yang pikirannya tertimbun materi. Mengangkasa bersama ratusan jiwa-jiwa yang tertenung sihir kemunafikan hati. Kemudian padamu aku mengajukan pertanyaan lagi "Sayang, menurutmu bahagia itu apa?" kataku lagi seraya memberikan senyuman manis untukmu.
Kau melirikku sesaat kemudian tawa kembali meledak dari mulutmu. Bedebah! Selalu seperti ini ya berbincang mengenai makna-makna yang indah denganmu. Seolah-olah semua ocehan yang keluar dari mulutku ini merupakan suatu lelucon yang sering dibawakan pelawak dalam setiap pementasan. Seakan-akan apa yang ku tanyakan dari tadi adalah sebuah candaan yang memang seharusnya ditertawakan.
"Setan. Sebenarnya kau ini seorang manusia yang kucintai, atau hanya bedebah keturunan setan?"
"Hahahaha" Seketika tawamu berhenti lalu melirikku "Sudah ku bilang kau tidak pantas mengajukan pertanyaan seperti itu kepadaku".
"Memangnya kenapa?"
"Untuk memahami arti hidup kau harus mati" lanjutnya "Dalam konteks yang nyata, arti hidup tidak didapatkan dari seberapa banyak kau mencari jawaban. Melainkan kau harus lebih dulu mengunjungi jawaban-jawaban lain lalu berjabat dengan mereka"
"Aku sudah melewati itu. Dan ku beritahu kepadamu, saat kau mendapat jawaban yang terakhir atau dalam hal ini kau dijemput kematian, saat itulah kau akan mendapatkan arti hidup yang semestinya. Karena makna hidup dari manusia itu berbeda-beda tergantung tujuan dan peranannya dalam kehidupan itu sendiri"
Aku hanya menggaruk-garukan kepala, bingung. Tapi aku buru-buru memasang wajah pura-pura mengerti sebelum ia menyumpahiku tolol. Lalu kutanyakan lagi satu pertanyaan yang belum terjawab tadi "Lantas, bahagia itu apa?".
"Tolol. Tidak bisakah langsung kau ambil kesimpulan dari perkataanku tadi!" apakah aku sudah membuat dosa besar? "Sama seperti hidup. Jika kau ingin tahu definisi bahagia, kau harus merasakan sakit. Bukan hanya sakit, namun sakit yang teramat sakit" Kemudian ia berdiri "Sudah. Aku malas berbincang tentang makna-makna yang tetlalu indah dengan manusia tolol sepertimu" Lantas tidak sampai satu detik ia telah lenyap.
Lah, aku lupa. Dia tidak berdiri tadi, memangnya siapa yang pernah melihat orang mati berdiri. Lagipula, siapa yang pernah berbincang dengan orang mati. "Hahahaha, siapa juga yang mati?" aku tertawa "Hahahaha, siapa juga yang tertawa?" Dunia ini indah sekali.
"Hahahaha". Sekarang siapa yang gila?