Saya Baru

Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu



Gema lagu itu terus meraung di sudut ruangan tempatku menatap dan menetap. Sampah! Apalah artinya mimpi tanpa konsistensi, motivasi berhamburan, tak juga kudapatkan ambisi. Hari ke bulan, berganti tahun, tapi kebingungan terus mendera tak berbelas membikin jeda. Sepertimu, saya hanyalah sebuah mimpi yang dibayangi caci dan maki.

Hidupkah aku? Bernapaskan lembaran dua ribu. Selalu saja kutanyakan sesuatu, terus bertanya, bertanya, bertanya tanpa pernah mencoba menerima. Nampaknya bukan kegelisahan seperti ini yang diingini olehku. Bukankah telah ajeg bahwa sepi dan sunyi bisa menghadirkanmu, inspirasi. Setiap hari suara-suara mereka kubiarkan menyanyi dalam kesendirianku. Tapi nyatanya gelisah yang resah terus membuat hati dan pikiranku gundah, lelah.

Memang ada yang salah dari pola ini. Ketika kita mempertanyakan sesuatu yang bahkan jejaknya baru diniatkan. Padahal, yang terpatri seharusnya adalah usaha yang tak kenal lelah, lantas lillah. Biarkan semua terjadi sesuai kehendak-Nya. Karena dari awal kita sudah memberikan kepercayaan sepenuhnya.

Kini saya sedang terejebak dalam sebuah kebimbangan yang monoton, teriakan parau dari orang-orangan terus memekikan telinga. Memang benar lingkunganku sekarang itu lembek, tapi patutkah mereka yang disalahkan ketika yang menjadi penyebab kegagalan adalah kemalasan. Sikap skeptisku membawa banyak dampak buruk akhir-akhir ini, rasanya memang sudah harus keluar dari zona aman yang hanya meninggalkan ketidaknyamanan.

Sebuah pesan akhirnya sampai padaku malam ini. Hidup adalah apa yang kita lakukan sekarang, bukan mengenai spekulasi yang terus membikin kita tak tahu diri. Hidup mengharuskan usaha yang lillah, karena hanya dengan seperti itu kita tak akan merasa lelah. Hidup bukanlah sesuatu yang dapat diprediksi, seperti ketika kau mengharapkan angka enam dari sebuah dadu yang kau lempar, lantas yang keluar adalah tujuh, tak ada yang tahu.

Kita telah menceburkan diri dalam lautan kehidupan, terbawa arus yang menggelombangkan kita pada sebuah pusaran. Di situ akhirnya saya tersadar, saya mesti berpikir untuk berenang, tidak hanya mengikuti arus yang akan membawa saya pada kesengsaraan. Rantai kemiskinan mesti terputus, dan jika ada yang mesti dikorbankan, adalah aku dan masa mudaku.

Nyanyian itu kembali terdengar, sayup-sayup memenuhi ruangan.

Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang, lemah jarimu terkepal

Esok. Saya baru.

Kumpulan Cerita Pendek, Puisi, Ulasan Buku, Keseharian, serta Kenangan akan segala hal yang tak dapat diucapkan. Baca, Rasakan, dan Lihat Kenyataan.

4 komentar