Ketika remaja aku mencari-cari wanita, terus melangkah membabi buta, sampai tak terasa telah kutinggalkan sebuah cerita tanpa landasan dunia nyata demi sesuatu yang belum kasat mata, namun tak jua ku temukan cinta. Hanya sebuah berita tanda sedu dan duka yang lebih kita kenal sebagai derita.
Hatiku terus memilah mencari celah, mengeruk bunga-bunga yang berguguran, memeluk semua pencahayaan dari hati yang mungkin hanya sekadar basa-basi. Sebentar saja, sekejap saja, namun tak ada yang tepat untuk singgah, tidak pernah ada yang datang lalu ku sambut dengan harapan, semua datang untuk ku lihat, kemudian ku tinggalkan ketika gelap mendekat.
Ketika melamunkan perasaan, memberi makna pada kehidupan, membiarkan kejadian pada keadaan, aku terdiam, bukan sebab lelah, namun saat itu aku tersadar. Bahwa tidak segenap rasa harus dipaksa, tak semua cinta mesti dipinta, biarlah keadaan menyatakan dan waktu menyatukan. Semesta akan memberikan pemahaman, bahwa dengan merelakan kita akan mendapatkan, bahwa ikhlas membuat kita berkelas. Perihal rasa biarlah itu urusan yang Maha Merasa. Masalah hati akan ku simpan dalam diri, karena apabila telah terpatri ia akan menemukan sendiri arti. Dan urusan cinta, akan ku biarkan ia membabi buta, karena bila memang itu cinta, ia akan mendatangkan pasangannya dengan sederhana.