Ke mana lagi kau harus melangkah ketika tak punya lagi tempat untuk singgah. Arah mana lagi yang akan kau tuju ketika lelah telah resah berkeluh kesah.
Bagi kamu yang telah mengendapkan risau jiwa, pulanglah. peluklah kembali tempat di mana harapan dan semangat terus kau biarkan tumbuh beriringan dengan usia kau jatuh. Rangkulah orang-orang yang akan terus kau perjuangkan dan kau bahagiakan dengan kerja kerasmu, menangislah engkau di sana, keluarkanlah segala rindu dan doa yang setiap harinya kau panjatkan tanpa rasa bersalah.
Pulang.
Rumahmu sekarang adalah sebuah peneduhan sebentar, karena bila waktu telah membatu kamu akan tahu mana tempat yang semestinya kau tuju. Kepercayaanmu pada jalanan akan diuji oleh halangan tak berperasaan. Heningmu di malam-malam yang panjang, biarlah ia hilang, ketika rindu memang telah sampai pada tempatnya berpulang.
Apabila yang menetes dari mata lalu merembes melewati pipi-pipimu itu cinta, maka tangisku adalah tentang semua kerinduan pada sang bunda. Pada aroma yang dihidangkan dedaunan bersama gemercik embun yang menetes di pagi yang masih sangat asri. Pada harmoni burung-burung dan serangga sawah yang menyambut mentari dengan permadani menghijau tempat segala penghidupan digantungkan. Pada gunung dan awan yang selalu saja memanjakan pemandangan yang indah pada kedipan mata kala fajar maupun senja tiba.
Pulang adalah kembali, memeluk ingatan dan kenangan kita di masa yang telah berlalu. Ke manapun kau beranjak hidup hanya akan membuat jalan setapak menuju tempat di mana impian dan harapan kau pijak. Hari-hari telah berlalu menyisakan sebaris kata untuk dijemput bersama rindu. Pada sebagian waktu, kita memang tidak ingin melangkah mundur, namun waktu yang lain berbisik bahwa pulang adalah menghargai diri dan masa lalu, menjemput asa dan cita yang kau kubur dahulu.
Mendidik dengan bebatuan yang terjal, hanya menyisakan setitik damai untuk meramal. Berjalan di antara putus dan asa, membuat kita mengerti arti berusaha. Menikmati benci dan cinta adalah sebuah keharusan yang nyata. Sedikit kopi pahit di pagi hari membuat matamu lebih terbuka dalam memandang semesta. Rasa manis hanya akan mengantarkanmu untuk terus menangis karena akhir yang miris.
Pulanglah. Jejakkan kakimu pada tanah yang telah lama kau tinggalkan dalam basah. Hiruplah udara yang begitu menyejukan jiwa, resapilah setiap aroma yang membelai kulitmu dengan cinta. Di sanalah tempatmu harus kembali, segala yang kau mulai dan ada dalam hati. Itulah rumah tempat orang-orang terkasih menunggu, ibumu, ayahmu, nenekmu, kakekmu, kakakmu, adikmu, semua orang-orang tersayangmu. Peluklah mereka yang menyambutmu ketika langkah telah mencapai ujung pintu, dekaplah dengan haru, menangislah sampai tersedu, lalu dengan cerita dan berita yang kau bawa, tataplah, pandangilah mereka, tersenyumlah, lalu bersama mereka, berbahagialah.