Dari Orang yang Tidak Pernah Tergoda Tersenyum

Haha.

Itukah tertawa? Mungkin ya, ketika suaranya selaras dengan nada dalam konteks bahagia. Hasil bercanda? Mungkin ya, jika apa yang dibincangkan memang sesuatu yang ringan tanpa kaitan perasaan. Lalu mungkinkah dia sedang marah? Bisa juga, karena ketika ada sebuah hal yang teramat menjengkelkan lalu amarah dan air mata tak mampu lagi mengutarakan perasaan, maka tertawalah, tertawakanlah mereka, tertawakanlah keadaan, tertawakanlah rasa yang teramat menyakitkan .

Dalam konteks bunyi, ada yang berarti ada pula yang tidak. Dalam konteks bahagia ada yang tertawa ada pula yang mati. Dalam konteks kehidupan, ada yang seharusnya ada -karena memang ditakdirkan- ada pula yang memang sengaja diada-adakan. Namun dalam lengkungan senyuman, rasa senang akan suatu hal merupakan sebab yang paling dominan.

Lihatlah lelaki yang sedang duduk memandang sebuah buku tanpa pembatas dengan penutup yang tak nampak jelas. Lelaki itu mempunyai banyak teman, namun di antara keramaian ia selalu terasingkan. Mungkin baju yang dikenakannya rapi, sepatu yang dipakainya baru, tidak terlihat sebuah lubang pertanda sobek pada seluruh kain abad in sebagai penutup tubuhnya, namun kalian tidak bisa melihat betapa lubang besar telah merobek hatinya.

Siapa yang mau tersenyum kala candaan yang dilontarkan kawan telah menggoyang sisi sensitif perasaan. Apa yang mesti diberikan senyuman jika dalam pikiran adalah sebuah kesakitan meski di depan mata nampak jelas sebuah sumber kebahagiaan. Mengapa ia harus tersenyum kalau di saat mereka tersenyum hatinya terlontar ke dalam sumur tanpa dasar.

Ini bukan tentang mereka atau kita, ini kisah tentangku, cerita dari diriku yang bermuka datar seolah hidupnya tanpa amplitudo kebahagian dan kesenduan. Sebenarnya bukan aku yang tidak mau tersenyum, bukan aku yang tidak mau berbahagia dengan keisengan kalian, bukan aku yang mau terlihat sengsara di antara senang jeda dan tawa, namun merekalah yang membikin emosi ku seperti ini, merekalah kenangan dan keadaan.

Kau tidak akan bisa menggodanya untuk tersenyum, karena sedetik saja sebelum bibir itu melengkung, keadaan telah mengingatkan pria yang sedang menutup buku itu bahwa kesedihan dan kesakitan bukan untuk dirayakan dengan senyuman. Kau tidak akan mempu membuatnya tersenyum, karena dalam hati itu telah tertanam rasa sakit dari dendam yang teramat dalam, sehingga mulutnya sudah terbentuk dengan kesan murung, maka bila candaan kalian dapat menggelitik hati, yang terpasang di wajah pria berpenampilan sangat biasa itu hanya sebuah tampang tanpa luapan emosi, cuma sebuah wajah tanpa ekspresi.

Silahkan coba buat dia tersenyum, namun saranku jangan. Karena jika itu kau lakukan, kau hanya akan menyakiti bagian lain dari perasaan, bagian lain kehidupan yang sangat bersebrangan. Biarkan lah dia sejenak sendirian, manikmati kesunyian, dan bermanja-manja dengan damai. Beri jeda ia untuk beristirahat dari candaan yang menyakitkan, karena bukan itu yang ia butuhkan. Pemuda dengan tinggi yang tidak biasa itu hanya perlu ketenangan, dengan bumbu sepi dan sunyi dalam mimpi. Ia hanya perlu waktu barang sebentar untuk mengumpulkan kesenangan, Mencairkannya dari gunung terdingin, menuju padang terpanas.

Biarkan ia sendiri sebentar saja bersama sepi.

Kumpulan Cerita Pendek, Puisi, Ulasan Buku, Keseharian, serta Kenangan akan segala hal yang tak dapat diucapkan. Baca, Rasakan, dan Lihat Kenyataan.