Sore yang Telat Tertutup Awan : Saat Senja Berkenalan Dengan Ku


Mendung tiba-tiba menangis, setelah tak kuasa menahan iris ia menumpahkan segala gelisah yang mengiris. Kamu tiba-tiba mematung, diam tak bersuara, setelah semua rasa kita cicipi, kamu tiba-tiba pergi, tanpa sepatah kata, lalu berjalan membekas luka.

Itu ketika sore saat senja belum mengenalkan diri padaku.

Setelah mendung lelah menangis, langit memanggil awan penghibur untuk mengusir secara santun mendung yang tak tahu diuntung. Sialnya, setelah ia berhenti sesenggukan, tak ada lagi nona rintik yang menemani tetes air mataku, pun tuan gerimis yang pergi menemaninya dan tak bisa lagi menyamarkan suara tangisku, sehingga di situlah aku sendiri tersedu di antara sore yang biru.

Kembali secara tak terduga seorang anak bernama angin berbisik pada kulit di tengah kesenduan, di antara jejak kaki mu yang kini tak terdengar lagi karena telah berjalan jauh, "Sebentar lagi sang senja akan mengenalkan diri padamu." Kemudian ia berhembus karena tengah bermain dengan angan.

Lantas setelah beberapa saat dari kepergian angan mengejar angin, pasir basah tercium baunya di tengah-tengah kebusukan kota. Nyiur daun kelapa terasa hangatnya dalam suasana kekikukan, suara-suara merdu gelombang bercampur arus terdengar tenang dibandingkan janji-janji kosong penguasa. Kemudian jingga berkelebat membawa kabar, "Sang senja telah datang. Siap atau tidak, ia akan menghisap kehidupanmu."

Begitulah kiranya ia muncul dengan pengawalnya yaitu mentari merah ranum yang anggun dan langit kuning jingga yang indah betapa sangat mempesona dan menyihir perhatian manusia, tak terkecuali aku. Seketika atap gedung dengan aroma membosankan yang ku duduki itu berganti rupa menjadi suasana pantai, sedang langit menyemburatkan mega jingga lalu laut dan gelombang bercermin pada kasih sayangnya.

"Akulah senja, teman yang kau harapkan ketika tak ada lagi yang bisa kau percaya, tempat yang kau butuhkan saat semesta tak mampu bercerita, iman yang kau perlukan kala kau kehausan lalu secara buta berjalan ke depan dengan mata tertutup. Di sinilah aku, menemanimu yang kesusahan ditinggal pacar, membawakanmu sekelebat kabar bahwa hidup akan terus berlanjut dalam kondisi apapun engkau." Katanya sambil tersenyum ke arahku.

"Lalu mengapa orang-orang hidup dalam rantai kemiskinan?" Kataku "Sedang yang lain mati dengan rasa yang miskin?"

"Karena hidup adalah perjuangan dan rasa adalah sesuatu bernyawa yang mesti diperjuangkan, karena miskin adalah sebutan orang yang tak bisa berbahagia dan rasa yang miskin adalah mereka yang seumur hidupnya tak pernah merasa puas, tak pernah mengecap cukup walau sesaat."

Tiba-tiba tuan jingga dan mentari pergi, dan senja disapu langit hitam yang sedih, awan-awan mengikutinya di belakang. Jingga diganti hitam, mentari tenggelam bulan mengambang, hingga mataku tak bosannya mengingat tentang pertemuan sore dengan senja, mendung kembali datang.

Dengan rintik dan gerimis yang kembali menjadi teman, hatiku berkata hati-hati.
Aku ingin menghabisimu sepeninggalan senja, ketika biru dan jingga ditelan indahnya kegelapan hitam, agar peristiwa kemarin sore meranggas dalam ingatan. Dan. Aku ingin menyayatmu sepenghabisan malam. Ketika aroma udara meniduri dingin ingin, supaya apayang tersimpan kata bisa dilenyapkan suasana kota.

Kemudian kali ini angan datang menghampiriku tanpa angin, lalu berbisik dalam hatiku "Angin iri padaku karenamu." Katanya lalu mengendap dalam nadiku.

Kumpulan Cerita Pendek, Puisi, Ulasan Buku, Keseharian, serta Kenangan akan segala hal yang tak dapat diucapkan. Baca, Rasakan, dan Lihat Kenyataan.

2 komentar