Postingan Terbaru

Puisi-puisi Raymod Carver


 


KEMATIANKU


Kalau aku beruntung, akan kukirim telegram ke setiap alamat
dari ranjang rumah sakit. Selang mengalir ke dalam
hidungku. Tapi cobalah untuk tidak takut kepadaku, kawan-kawan!
Kukatakan kepada kalian sekarang juga bahwa ini tidak apa-apa.
Ini cukup sederhana sebagai permintaan terakhir.
Seseorang, kuharap, akan menghubungi semua orang
untuk bilang, “Datanglah cepat, dia sudah sekarat!”
Dan mereka akan datang. Dan akan ada waktu bagiku
untuk mengucapkan perpisahan kepada setiap orang yang kucintai.
Kalau aku beruntung, mereka akan mendekat
dan aku akan bisa melihat mereka untuk terakhir kali
dan membawa ingatan itu bersamaku.
Tentu, mereka mungkin akan berpaling dariku dan ingin beranjak pergi
dan menangis. Tapi sebaliknya, karena mencintaiku,
mereka akan meraih tanganku dan berkata “Kuatlah”
atau “Ini akan baik-baik saja.”
Dan mereka benar. Ini akan baik-baik saja.
Tidak apa-apa. Kalau saja kalian tahu betapa kalian telah membuatku bahagia!
Aku hanya berharap keberuntunganku akan bertahan, dan aku bisa membuat
beberapa isyarat pengakuan.
Membuka dan memejamkan mataku seolah untuk mengatakan,
“Ya, aku mendengar kalian. Aku memahami kalian.”
Aku mungkin bahkan mengatakan sesuatu seperti ini:
“Aku juga mencintai kalian. Semoga bahagia.”
Aku berharap sekali! Tapi aku tidak ingin meminta terlalu banyak.
Kalau aku beruntung, seperti yang layak kudapatkan, yah, aku hanya akan
mengembuskan, seperti itu, tanpa kesempatan apa pun
ucapan perpisahan, atau menekan tangan seseorang.
Atau mengatakan seberapa besar aku peduli kepada kalian dan menikmati
kebersamaan kalian di seluruh tahun-tahun ini. Bagaimanapun,
cobalah untuk tidak terlalu berduka untukku. Aku ingin kalian tahu
aku bahagia ketika berada di sini.
Dan ingatlah, kukatakan ini kepada kalian belum lama berselang—April 1984.
Tapi berbahagialah untukku jika aku mati di antara kehadiran
kawan dan keluarga. Kalau ini terjadi, percayalah kepadaku,
aku akan lebih dulu pergi. Aku takkan kehilangan yang satu ini.


DI TAHUN 2020

Siapa di antara kita yang bakal tersisa pada saat itu —
tua, termangu, pikun —
tapi ingin ngobrol soal kawan-kawan kita yang sudah mati?
Ngobrol dan ngobrol, seperti keran tua bocor.
Dengan begitu, mereka yang muda,
penuh hormat, dan mudah terharu rasa ingin tahu,
akan mendapati diri mereka sendiri tersentuh
oleh ingatan itu.
Dengan betul-betul menyebut nama si ini
atau nama si itu, dan apa yang kita lakukan bersama.
(Karena kita penuh hormat, tapi penuh rasa ingin tahu
dan gairah, demi mendengarkan seseorang bercerita
tentang orang-orang masyhur yang mati sebelum kita itu.)
Yang mana tentang kita akan mereka ceritakan
kepada kawan-kawan mereka,
dia kenal si ini dan si itu! Dia berkawan dengan -
dan mereka menghabiskan waktu bersama.
Dia ada di pesta besar itu.
Semua orang ada di sana. Mereka pesta-pora
dan menari sampai subuh. Mereka saling merangkulkan
lengan satu sama lain dan menari
sampai matahari terbit.
Sekarang mereka semua telah tiada.
Yang mana tentang kita akan diceritakan —
dia kenal mereka? Menjabat tangan mereka
dan memeluk mereka, begadang sepanjang malam
di rumah-rumah mereka yang hangat. Mencintai mereka!

Kawan-kawanku, aku sungguh mencintai kalian, betul.
Dan kuharap aku cukup beruntung, cukup pantas,
untuk terus hidup dan memberi kesaksian.
Percayalah kepadaku, aku hanya akan mengatakan hal-hal
paling gemilang tentang kalian dan waktu kita di sini!
Karena yang bertahan hidup di sini telah menjadi sesuatu
yang dinanti-nanti. Bertambah tua, 
kehilangan semua hal dan semua orang.


Penerjemah: Lutfi Mardiansyah


Tuban dan Catatan-catatan




Kau menutup mata, sebelum
sempat membukanya

Aku telah melihat segalanya
katamu, pada Jumat malam
ketika orang-orang bergegas
melipat harapan dari tangan
dan meniupnya jauh

Seseorang yang bukan dirimu
itu berseru, "Tempat apa ini?
Bagaimana seharusnya memperlakukan
orang asing?" Tapi kita belum boleh tahu.
Udara dingin pagi itu hanya
mengharuskan kita melangkah jenuh. Menjauh.

Selanjutnya, sikap kita memetakan
tempat ini adalah cara kita memandang
sesuatu dan seseorang, seperti memetik mawar
ulangi : seperti memetik mawar, dan terluka.

Selepas matahari pagi
dan bulan 12 inci
Ingatanmu melupakan kare rajungan,
keluwesan es siwalan, juga ledakan sate
safuan, barangkali
Namun satu hal yang tidak
kota sediakan: kehangatan,

Aku telah melihatnya, katamu
lagi. Aku benar-benar melihatnya.
Tapi kita masih belum boleh
tahu. masih belum.

Ketika sore menyentuh ujung pantai.
Waktu sauh dilepas. Angin
menggerus dari buritan.
dari sisi ini kau mulai
memahami segalanya.

matamu terbuka, dan kau
tidak melihat apa-apa.


Cara-cara Menangkal Kesepian dengan Cemerlang

Sumber: pexels.com
Seorang mahasiswa tergeletak mengenaskan di sebuah kos-kosan mengenakan sebuah kolor salah satu klub bola dengan dada terbuka dan menghadap sebuah kipas angin yang menyala. Tidak ada yang tahu mana yang lebih penting antara mahasiswa, kolor bola, dan sebuah kipas angin yang menyala. Namun dari sana kita dapat mengidentifikasi bahwa waktu relatif dalam tulisan ini adalah siang hari, siang hari di Juli yang kemarau ketika suhu udara di kota E yang biasanya hanya berada di kisaran 18-23 derajat celcius, berubah drastis.

Tepat sesaat sebelum mahasiswa tadi tergeletak bertelanjang dada, kota E mendadak panas dengan kondisi yang lumayan mengkhawatirkan, tercatat angka dua puluh empat pada termometer, memang tidak terlampau jauh dari dua puluh tiga, tapi tentu kita tidak akan menjadi kaum pesimistis dengan mengatakan bahwa itu terlalu dekat karena semua itu relatif, bahwa tiga dan empat itu tidak dekat atau mungkin mereka benar-benar jauh, sepertinya saya salah sebut konsep -ya sudahlah. Karena suhu udara itulah seorang mahasiswa akhirnya rela melepaskan kaos hadiah dari liburan temannya di salah satu kota wisata, akibat kegerahan.

Barangkali iya, barangkali tidak. Sekarang apa?

Tanpa kita dan dirinya sendiri ketahui, sebenarnya mahasiswa yang kali ini dan seterusnya kita beri nama pemuda I ini tidak sedang melakukan apa-apa. Dan andai pikirannya sedang digunakan atau mungkin pikirannya memang tidak pernah digunakan atau memang pikirannya sengaja ia gunakan untuk tidak berpikir sama sekali -bagaimana mungkin paradoks bisa serumit ini. Andai saja pemuda I menggunakan pikirannya untuk memikirkan sesuatu, barangkali ia tidak akan merasa kesepian seperti sekarang. Andai saja.

 Tapi bubur telanjur menjadi muntahan. Selayaknya kelompok manusia yang tengah mengalami krisis kesepian, ia harus melakukan sesuatu, ia mesti mengatasinya.

Beberapa tips di bawah adalah apa yang sedang dipikirkan pemuda I selanjutnya, atau mungkin sesuatu yang harus dilakukan untuk menangkal kesepian

Pertama, terimalah kesepian tersebut sebagai suatu hal yang lumrah. Tidak banyak yang tahu bahwa kunci utama untuk menangkal kesepian itu adalah dengan menerimanya. Seseorang yang tengah dilanda kesepian tidak perlu menyangkal bahwa dirinya tidak merasa kesepian. Penyangkalan terhadap kesepian bahkan sering kali dilakukan dengan cara-cara instan seperti menyalakan tv, membuka media sosial, atau melakukan hal lain yang hanya akan membuat perasaanmu tetap gelisah.

Ketahuilah, kesepian itu dilahirkan oleh perasaan, karenanya benda-benda meteril dan kabar-kabar ilusif yang kalian hadirkan tidak pernah bisa mengusir kegelisahanmu.

Langkah selanjutnya yang dipikirkan pemuda I adalah dengan memberikan pemahaman pada diri sendiri bahwa meski lahir dari hati dan perasaan, kesepian terasa begitu nyata, karenanya sadarilah kesepian sedini mungkin. Dengan menyadari kesepian seseorang bisa bebas dari rasa gelisah yang akan terus-menerus merenggutnya lebih dalam. Sadarilah untuk sebisa mungkin tidak terbawa lebih jauh.

Kemudian, dengan pikiran yang tergesa-gesa pemuda I melanjutkan ketika kesepian telah disadarinya maka ia harus melakukan sebuah perlawanan. Bukan penyangkalan, ia harus membuat sebuah rencana untuk melawan kesepian. Beberapa pilihan tiba-tiba lewat begitu saja dalam kepalanya, seperti keluar kamar dan menghirup udara segar, menyiram tanaman, atau bermain dengan Salia --kucing munchkin yang diadopsinya karena memiliki kaki yang sama dengannya.

Tapi dengan segera ia akhirnya memutuskan untuk melakukan sebuah hal sia-sia namun membahagiakannya. Pemuda I menulis sebuah artikel ringan yang pasti tidak akan berguna di laman blog pribadinya. Kalimat pertamaya berbunyi seperti ini "Seorang mahasiswa tergeletak mengenaskan di sebuah kos-kosan mengenakan sebuah kolor salah satu klub bola dengan dada terbuka dan menghadap sebuah kipas angin yang menyala."

Manusia-manusia Sibuk


Pada akhirnya kata-kata sudah tak bermakna lagi ketika ia telah keluar tanpa pikir sepuluh detik yang lalu dan berlalu begitu saja. Omongan hanya sebuah suara basi yang tak bisa dipegang apalagi dikuliti. Simpati kembali menjadi rasa yang menjijikan ketika yang bersimpati itu akhirnya menjadi pelaku pelecehan. Orang-orang hanya berkata bila mereka itu sibuk, tak peduli bahwa yang ada di bawah sana sedang diambang kematian.

Orang-orang sibuk, orang-orang berakal. Mereka terlalu sibuk sehingga lupa menggunakan akal. Aturan sederhana dalam bermain dadu adalah menunggu, dan biarkan orang lain menunggu dalam porsinya. Seorang pemain dadu tidak mungkin mau mendengar omongan lawannya yang minta izin untuk tidur sejenak lantas disuruhnya ia menunggu, karena itu tidak sesuai dengan porsinya. Tak mungkin.

Setidaknya gunakan logika, sebab yang kadang-kadang tak ada logika itu cuma cinta. Hargailah setiap waktu orang lain, karena jika kau punya mall untuk dikunjungi, barangkali ia pun sama punya sedikit waktu untuk menabur bunga di liang ibu-bapaknya. Ketika kau merasa hanya memiliki waktu seharian bersama keluarga, bayangkanlah juga kesepian yang setiap hari menggerogotinya. Dalam hidup memang tidak diharamkan untuk meninggikan ego, namun sikap tanpa otak seperti itu sudah kita istilahkan dengan bego.

Keadilan tidak selalu berbicara di pengadilan, bukan. Jika yang kalian ingini adalah sebuah kisah bersenang-senang, maka saranku pikirkanlah juga kepala teman yang berkunang-kunang. Mereka yang hidup di ujung kematian adalah mereka yang bisa menghargai waktu dan keringat orang lain. Seperti perkataan salah satu tokoh yang saya ingat. Berpikirlah sebelum kau berbicara, dan membacalah sebelum kau berpikir.

Di Sebuah Tidur


Ada dunia indah yang didiami seorang pemuda dengan kelopak bunga kamboja di telinganya. Perempuan yang cantik, yang selalu senang menemani lelaki penunggang kuda berwarna putih tua. Yang dirindukan di sebuah tidur adalah kisah-kisah mimpi serta semua yang terlewat dalam beberapa detik yang amat berarti, kicau burung di laut lepas, labirin-labirin dengan daun berwarna-warni, sepasang mata yang menatap penuh arti, serta hadiah dari Tuhan yang sedang berpuisi.

Wahai, ceritakanlah kepadaku satu kisah yang dapat mengantarkanku pada sebuah mimpi di mana ada perempuan membawa payung merah ranum dan di belakangnya delapan pasang kembang menaburkan diri ke dalam suasana tidur yang suci. Bunga-bunga dijatuhkan dari  ketinggian dan melesat membelah irama dengkuran para penyanyi altar dunia khayalan.

Di sebuah tidur, ketika senja yang merah kekuningan muncul dengan gelap keungu-unguan di penghujung kematiannya, senja menjadi amat berarti justru karena sedikit waktu yang ia beri. Lewat mimpi yang basah, lelaki penunggang kuda putih itu membawakan semangkuk puisi, entah untuk Tuhan entah untuk perempuan. Yang demam, adalah mereka yang memikirkan harap tanpa bangkit dari tiarap.

Sebuah tidur kini mengantarkanku menemuimu di ranjang yang basah, dengan kegundahan resah dan kicauan desah. Tidur bukan hanya sebuah cara untuk menemui istirahat, namun dalam tidur, kita akan selalu menemui mereka yang berada dekat namun jauh dalam dekap. Seperti sebuah racun yang bisa mrngantarkanmu pada sebuah kematian, pun ia, sebuah tidur akan membawamu pada Tuhan dan kau bisa melakukan negosiasi yang sederhana; dijemput atau menjemput mimpi.

Boneka Kaca


Di penghujung jalan yang menjadi pemisah antara kenyataan dan kepercayaan, terdapat sebuah toko yang didiami beragam ras dan agama. Bila kau coba masuk ke dalamnya, kau akan melihat hamparan sawah yang luas dan laut yang tak mengenal batas, keduanya dipisahkan rak-rak yang lucu-lucu warnanya.

Pada rak berwarna merah dengan corak putih-putih yang terletak di antara rak merah-putih-biru dan biru bergambar kangguru, terdapat beragam boneka yang tersusun rapi seolah ada tangan-tangan tak terlihat yang menjaga segala ketertibannya. Di antara boneka-boneka yang lucu bentuknya dan manis senyumnya itu terdapat satu boneka yang aneh, boneka itu jelas berbeda dari yang lainnya, ia berada di tengah-tengah, pusat dari segala arah, orang-orang menyebutnya boneka kaca.

Boneka itu tak berwarna. Bening serupa air. Tembus cahaya serupa kaca. Tak pernah ada yang tahu pasti mengapa boneka tersebut bisa ditempatkan di rak ini, namun ada beberapa kepercayaan yang menjadi asal muasal sampainya boneka kaca itu ke rak kusam ini.

Ada tiga cerita yang dipercayai dan tersebar lewat mulut ke mulut para pengunjung. Pertama, meski terdengar ganjil dan tak beralasan, para pengunjung percaya kalau boneka kaca itu adalah jelmaan dari air mata Ibu Pertiwi. Pada suatu ketika ia menangis melihat kondisi anak sulungnya yang murung sebab ditinggal pergi pacarnya untuk menemui senja di Negeri Senja, pacarnya pergi membawa hati serta semua cintanya dan tak pernah kembali lagi. Orang-orang jarang sekali melihat Ibu Pertiwi menangis terisak seperti itu, maka pada satu waktu ada seorang seniman air mata yang mengumpulkan butiran air matanya, kemudian ia beri sentuhan seni dan jadilah boneka itu, bening sesuci air langit.

Kepercayaan kedua kudengar dari seorang lelaki pada suatu hari. Saat itu ia bercerita kepada seorang pengunjung lain yang baru datang dan bertanya perihal boneka kaca yang terpampang di depannya. Katanya, boneka yang pertama kali ada di rak ini adalah dia-boneka kaca itu, ia menjadi tonggak awal ditempatkannya segala jenis boneka ke dalam rak ini. Jika kau lihat dan meneliti dari sudut ke sudut ruangan ini, di rak-rak lain hanya ada satu warna dan satu bentuk boneka, namun di rak merah keputih-putihan ini tersusun rapi beragam boneka dengan aneka bentuk dan banyak warna, pernak-pernik yang terpasang juga berbeda antara satu dengan yang lain, ada yang berwarna putih kekuningan memakai ikat kepala dan baju hitam serupa pakaian muslim, ada yang memakai kebaya dengan gerakan menari serupa peri, ada juga yang berwarna cokelat manis yang terletak di ujung paling atas rak ini, banyak sekali boneka-boneka dari asal dan tentu keluarga yang berbeda. Menurutnya, Tuhan Manusia telah menjadikan boneka kaca ini sebagai poros dari kedamaian antara satu jenis boneka dengan boneka lain, ia menjadi pedoman kerukunan semua boneka di rak ini.

Yang ketiga tersebar luas dan sudah menjadi perbincangan lumrah jika membicarakan perihal asal-usul boneka kaca itu. Ini tampaknya menjadi berita tanpa kata yang sudah mendarah daging di kalangan pengunjung setia toko ini. Ketika itu musim kemarau panjang melanda kota yang menyedihkan ini, kemarau yang sampai berpuluh tahun itu tak menyisakan air barang setitik pun di kota ini, kebun-kebun mati, sawah-sawah kering, banyak penduduk mati karena tak bisa mandi. Orang-orang yang kebanyakan uang memilih pindah ke kota yang lebih diberkahi. Sedang untuk mereka yang hidup dengan sengsara hanya bisa bolak-balik membeli air dari kota tetangga, mereka tidak bisa pindah semaunya karena saat itu uanglah yang menggerakkan semuanya. Setelah semua itu terjadi, penduduk yang menyerah dan tak kuasa untuk pindah akhirnya pasrah. Keputusasaan menggerogoti tubuh mereka, mereka kurus dan kering sekering-keringnya orang yang tak pernah lagi dibasuh air, dari keputusasaan itu timbulah hati yang putih, lahirlah jiwa yang kosong, bersih, tak menyisakan noda lagi. 

Setelah semuanya pasrah dengan keadaan dan mengharapkan sesuatu yang tak kunjung terkabulkan, akhirnya pada suatu sore awan mulai menghitam, suasana mendung tentu sudah sangat membahagiakan bagi mereka yang bertahan dalam kebijakan. Setelah sejenak bermendung-mendung ria, akhirnya menetes juga hujan yang telah lama dirindukan dan sangat dinanti-nanti kunjungannya. Pertama setetes, kemudian tetes-tetes lain mengikutinya, namun jika kau perhatikan secara seksama hujan hari itu bening berkilauan seperti kristal. Konon katanya orang tertua di kota ini yang tetap tinggal dalam hening, si Kakek, mulai mewadahi air hujan berkilauan itu ke dalam sebuah gelas, karena haus sudah kepalang maka diminumlah air hujan itu, dan tak lama kemudian badannya mengecil, semakin mengerucut, lalu entah pada detik ke berapa tubuhnya berubah menjadi boneka transparan seperti hujan yang berkilauan tadi.

Sejak hari itu, hujan turun terus-menerus secara teratur, hingga beberapa bulan kemudian ada seorang kolektor barang antik yang mendengar mitos tersebut dan dia tertarik untuk membuka usaha di kota itu. Lalu jadilah toko boneka ini, ia mendapat pasokan boneka-boneka yang mungkin ceritanya hampir sama dari seluruh kota yang sudah berpuluh tahun dilanda kekeringan. Ia kemudian mengumpulkan boneka-boneka seperti itu dan mengoleksinya, koleksinya itulah yang kini terpajang di salah satu rak di toko ini.

Tapi itu cerita dulu, kini toko itu sudah tidak diurus, terbengkalai, catnya telah mengelupas, gerbang besinya telah berkarat dan berdecit ketika coba digeser, rak-rak yang dulu lucu kini banyak dicoreti grafiti yang tak jelas huruf dan maknanya, pengunjung yang datang juga tak seramai dulu, sebenarnya penyebabnya memang serius. Boneka kaca itu telah HILANG, sehingga para penjaga dan pengurus toko ini sibuk mencarinya ke seluruh penjuru negeri, seolah segala sumber kemakmurannya adalah boneka kaca itu.

Hari itu sudah gelap, mentari sudah terlelap yang berarti sudah waktunya untuk bulan menunjukkan sulap. Boneka-boneka lain telah menutup matanya daritadi karena ini akhir pekan, pengunjung yang datang melebihi ramai hari biasa sehingga para boneka tidak bisa mengistirahatkan matanya barang sebentar. Aku benar-benar ingat malam itu aku masih terjaga sendirian ketika ada seseorang yang mengendap-endap mendekati rak merah putih-putih itu. Mungkin mataku memang telah copot sebelah, tapi aku secara jelas melihat mukanya, mukanya rata, tak ada apa-apa, ia adalah pria yang tadi siang datang dan ingin membeli boneka kaca itu, namun pemilik kami bilang ia tidak akan menjualnya berapa pun uang yang mau ia keluarkan. Pria itu akhirnya pergi dengan wajah lesu, tapi tak kusangka ia berani berbuat seperti itu, ia berjalan mendekat, berada di depan kami, lalu mendekap boneka kaca itu dan membawanya pergi menjauh.

Paginya seisi kota gempar dan media percetakan menulis berita mengenai hilangnya boneka kaca sebagai headline, Orang-orang sibuk mempertanyakan siapa yang mencuri boneka sakti itu, mereka akhirnya juga sibuk mencari setelah merasa bertanya tak akan menyelesaikan permasalahan. Sementara yang lain sibuk mencari, orang-orang yang tidak mau kehilangan lagi kesempatan untuk menjadi pemilik boneka-boneka yang memiliki kesaktian pergi ke toko yang sudah tak dihiraukan. Hari demi hari, rak-rak mulai kosong karena isinya dipreteli, satu per satu boneka hilang diambil orang, namun sampai sekarang tidak ada yang tertarik membawaku untuk dijadikan sebagai barang kepunyaan, mereka hanya memilih boneka-boneka yang lucu dan manis. Mungkin aku harus sadar diri, aku hanyalah boneka cacat yang tak memiliki sebelah mata, benang-benangku sudah banyak terjuntai sehingga isi perutku terburai keluar, aku hanya sebuah boneka hasil dari pelecehan dan penyiksaan yang tak pernah dikatakan korban.

Sementara orang-orang sibuk mencari boneka kaca, dan aku sibuk mengeluh tentang nasib. Kota ini sudah bertahun-tahun tak lagi diguyur air hujan. Kering lagi, dan kebun-kebun mati, orang-orang yang tak bisa mencuci kembali banyak yang mati, namun ada beberapa orang yang duduk bersila di depan toko, membawa satu gelas kosong, sambil terus memandang ke langit. Langit masih cerah, namun mereka mengharapkan musibah.