Tuban dan Catatan-catatan




Kau menutup mata, sebelum
sempat membukanya

Aku telah melihat segalanya
katamu, pada Jumat malam
ketika orang-orang bergegas
melipat harapan dari tangan
dan meniupnya jauh

Seseorang yang bukan dirimu
itu berseru, "Tempat apa ini?
Bagaimana seharusnya memperlakukan
orang asing?" Tapi kita belum boleh tahu.
Udara dingin pagi itu hanya
mengharuskan kita melangkah jenuh. Menjauh.

Selanjutnya, sikap kita memetakan
tempat ini adalah cara kita memandang
sesuatu dan seseorang, seperti memetik mawar
ulangi : seperti memetik mawar, dan terluka.

Selepas matahari pagi
dan bulan 12 inci
Ingatanmu melupakan kare rajungan,
keluwesan es siwalan, juga ledakan sate
safuan, barangkali
Namun satu hal yang tidak
kota sediakan: kehangatan,

Aku telah melihatnya, katamu
lagi. Aku benar-benar melihatnya.
Tapi kita masih belum boleh
tahu. masih belum.

Ketika sore menyentuh ujung pantai.
Waktu sauh dilepas. Angin
menggerus dari buritan.
dari sisi ini kau mulai
memahami segalanya.

matamu terbuka, dan kau
tidak melihat apa-apa.


Cara-cara Menangkal Kesepian dengan Cemerlang

Sumber: pexels.com
Seorang mahasiswa tergeletak mengenaskan di sebuah kos-kosan mengenakan sebuah kolor salah satu klub bola dengan dada terbuka dan menghadap sebuah kipas angin yang menyala. Tidak ada yang tahu mana yang lebih penting antara mahasiswa, kolor bola, dan sebuah kipas angin yang menyala. Namun dari sana kita dapat mengidentifikasi bahwa waktu relatif dalam tulisan ini adalah siang hari, siang hari di Juli yang kemarau ketika suhu udara di kota E yang biasanya hanya berada di kisaran 18-23 derajat celcius, berubah drastis.

Tepat sesaat sebelum mahasiswa tadi tergeletak bertelanjang dada, kota E mendadak panas dengan kondisi yang lumayan mengkhawatirkan, tercatat angka dua puluh empat pada termometer, memang tidak terlampau jauh dari dua puluh tiga, tapi tentu kita tidak akan menjadi kaum pesimistis dengan mengatakan bahwa itu terlalu dekat karena semua itu relatif, bahwa tiga dan empat itu tidak dekat atau mungkin mereka benar-benar jauh, sepertinya saya salah sebut konsep -ya sudahlah. Karena suhu udara itulah seorang mahasiswa akhirnya rela melepaskan kaos hadiah dari liburan temannya di salah satu kota wisata, akibat kegerahan.

Barangkali iya, barangkali tidak. Sekarang apa?

Tanpa kita dan dirinya sendiri ketahui, sebenarnya mahasiswa yang kali ini dan seterusnya kita beri nama pemuda I ini tidak sedang melakukan apa-apa. Dan andai pikirannya sedang digunakan atau mungkin pikirannya memang tidak pernah digunakan atau memang pikirannya sengaja ia gunakan untuk tidak berpikir sama sekali -bagaimana mungkin paradoks bisa serumit ini. Andai saja pemuda I menggunakan pikirannya untuk memikirkan sesuatu, barangkali ia tidak akan merasa kesepian seperti sekarang. Andai saja.

 Tapi bubur telanjur menjadi muntahan. Selayaknya kelompok manusia yang tengah mengalami krisis kesepian, ia harus melakukan sesuatu, ia mesti mengatasinya.

Beberapa tips di bawah adalah apa yang sedang dipikirkan pemuda I selanjutnya, atau mungkin sesuatu yang harus dilakukan untuk menangkal kesepian

Pertama, terimalah kesepian tersebut sebagai suatu hal yang lumrah. Tidak banyak yang tahu bahwa kunci utama untuk menangkal kesepian itu adalah dengan menerimanya. Seseorang yang tengah dilanda kesepian tidak perlu menyangkal bahwa dirinya tidak merasa kesepian. Penyangkalan terhadap kesepian bahkan sering kali dilakukan dengan cara-cara instan seperti menyalakan tv, membuka media sosial, atau melakukan hal lain yang hanya akan membuat perasaanmu tetap gelisah.

Ketahuilah, kesepian itu dilahirkan oleh perasaan, karenanya benda-benda meteril dan kabar-kabar ilusif yang kalian hadirkan tidak pernah bisa mengusir kegelisahanmu.

Langkah selanjutnya yang dipikirkan pemuda I adalah dengan memberikan pemahaman pada diri sendiri bahwa meski lahir dari hati dan perasaan, kesepian terasa begitu nyata, karenanya sadarilah kesepian sedini mungkin. Dengan menyadari kesepian seseorang bisa bebas dari rasa gelisah yang akan terus-menerus merenggutnya lebih dalam. Sadarilah untuk sebisa mungkin tidak terbawa lebih jauh.

Kemudian, dengan pikiran yang tergesa-gesa pemuda I melanjutkan ketika kesepian telah disadarinya maka ia harus melakukan sebuah perlawanan. Bukan penyangkalan, ia harus membuat sebuah rencana untuk melawan kesepian. Beberapa pilihan tiba-tiba lewat begitu saja dalam kepalanya, seperti keluar kamar dan menghirup udara segar, menyiram tanaman, atau bermain dengan Salia --kucing munchkin yang diadopsinya karena memiliki kaki yang sama dengannya.

Tapi dengan segera ia akhirnya memutuskan untuk melakukan sebuah hal sia-sia namun membahagiakannya. Pemuda I menulis sebuah artikel ringan yang pasti tidak akan berguna di laman blog pribadinya. Kalimat pertamaya berbunyi seperti ini "Seorang mahasiswa tergeletak mengenaskan di sebuah kos-kosan mengenakan sebuah kolor salah satu klub bola dengan dada terbuka dan menghadap sebuah kipas angin yang menyala."